Buka Puasa Pertama di Rumah -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Buka Puasa Pertama di Rumah

Rusdi Al Irsyad
Minggu, 10 Mei 2020

Ilustrasi buka puasa (Freepik.com)

Entah siapa atau apa, yang menyeret sayup-sayup suara takbir dengan iringan tabuhan beduk khas malam lebaran, ke telinga. Lalu berkelebatan bayangan-bayangan, mamak yang mulai sibuk meletakkan Stoples berisi Keripik Pisang yang digoreng kekuningan. Jelas sekali, bapak sedang duduk di kursinya menyingkap rambut dan menutup kepala dengan songkok berwarna hitam favoritnya.
Mengenakan sarung berwarna maroon, motif kotak-kotak dan baju koko warna biru telur asin bapak mempersilakan satu demi satu orang-orang masuk ke rumah. Ya rumah yang sudah lebih 8 tahun lalu hamba tinggalkan. Deg, hamba tersadar.
Sebuah gelas plastik berisi sisa air minum, hampir tumpah terkena gerakan reflek tangan. Ealah, mimpi rupanya. Didepan hamba, laptop masih menyala dengan tumpukan karakter di aplikasi notepad.
Hamba lepas earphone yang sejak tadi melekat di telinga. Nyaring sekali salawat Nahdliyah yang hamba putar berulang-ulang. Sedetik kemudian hening, ketika kuping terbebas dari earphone itu. Suara pengeras suara yang sepertinya dari masjid terdekat, memperdengarkan seorang parubaya tengah membaca ayat Al-Quran dengan terbata-bata. Ah ya, ini bulan ramadan. Malam kedua. Sudah hamba niatkan tadi, tadarus minimal satu Ruku' rampung hamba baca. Hilih, nyatanya salat Isya-pun belum hamba tunaikan.
Hamba berjingkat, menengok malas ke kanan dan kiri. Merenggangkan pinggang, sambil mengingat-ingat lagi. Mimpi apa yang barusan hamba dapati. Prasangka baik hamba, Allah sedang mengingatkan untuk segera berkirim doa, kepada dua orang yang melahirkan dan membesarkan hamba itu. Ya, keduanya sudah berada di sisi-Nya sejak lama.
Tahun ini, hamba punya mimpi. Membawa Vaga, bayi beranjak bocah itu mengunjungi makam bapak dan mamak, kedua eyangnya yang sampai sekarang belum pernah ia temui. Ya, Vaga layaknya hamba, tak sekalipun bisa bertemu eyang, kakek,nenek atau apa itu namanya. Tahun lalu, Vaga masih terlampau kecil. Tak tega rasanya hamba, menerobos angin membawa serta ia. Selain itu, tahun lalu ada musibah. Musabab hujan, lebaran disibukkan dengan genangan, di Kota Samarinda.
Hamba pikir, tahun ini adalah tepat. Demikian hamba juga bercerita, kepada salah satu petinggi daerah lewat sambungan telepon. "Pasti ada hikmahnya" kata beliau tuan yang rendah hati. Meski hamba percaya, ahwa pasti ada ibroh yang laik dipetik dari Pandemi Global ini, tapi kan memang tidak mudah toh senyum manis, saat ujung jempol tertindih meja.
Seturut energi positif ramadan, akhirnya hamba sadar. Ada nikmat besar yang sejak lama hamba inginkan. Berbuka puasa, pertama di rumah. Bersama Vaga dan mamanya. Sejak 5 atau 6 tahun lalu, atau bahkan 8 tahun lalu, momen awal ramadan selalu saja dihabiskan di tempat kerja. Maka menghabiskan momen berbuka yang menjadi syurga yang sebenar surga bagi mereka yang berpuasa, bersama keluarga adalah kemewahan terbesar yang didamba, mungkin tak hanya hamba.
Ndilalah, tanpa hamba sadari sore tadi, meskipun Vaga dan mamanya tak berpuasa, kami bisa menunduk, beradu hidung berebut nafas di atas satu piring yang sama. Eh dua ding, Vaga makan sendiri. Ada nasi dan es nutrisari rasa Jambu yang jadi penggenap nikmat Allah pada puasa pertama hari ini. Hamba juga baru sadar. Dulu kan momen ini yang selalu saja hamba minta. Sekarang Allah berikan, dengan amat mudahnya. Emang manusia itu, banyak cari alasan untuk bersykur, padahal banyak hal yang patut disyukuri.
Bagaimana puasa tuan dan puan sekalian ? Semoga lancar dan sehat selalu.
Kalau tuan-puan sekalian, menjawab tanyaku ini berarti tulisan ini paling tidak, enak dibaca sampai kalimat akhir. Kalau malah balik bertanya, biasanya tidak baca, hanya mau komen sahaja. Selamat Berpuasa.