Banjir Terus, Salah Siapa? -->

Header Menu

Iklan Mas Vaga 1

Advertisement

Banjir Terus, Salah Siapa?

Sobat Kalimantana
Sabtu, 12 Oktober 2024

Setiap kali hujan deras mengguyur Samarinda, kita seperti sudah hafal dengan skenario berikutnya: jalan-jalan utama tergenang, rumah-rumah warga kebanjiran, dan aktivitas sehari-hari menjadi terkendala. Banjir ini bukan cerita baru, seolah-olah sudah jadi bagian dari kehidupan warga Samarinda. Tapi, kalau dipikir-pikir, ini sebenarnya salah siapa? Apakah alam yang memang “nggak bersahabat,” atau kita sendiri sebagai manusia yang kurang menjaga lingkungan?

Samarinda memang punya kondisi geografis yang rawan banjir. Kota ini berada di dataran rendah, dengan banyak sungai yang sering meluap saat hujan deras datang. Tapi, kalau dipikir lagi, ini bukan sepenuhnya salah alam. Hujan deras dan sungai yang meluap adalah hal alami. Masalahnya, kenapa air hujan dan sungai nggak bisa mengalir lancar? Salah satunya karena daya serap tanah yang makin berkurang akibat pembangunan.


Setiap tahun, makin banyak area hijau yang berubah jadi beton. Lahan kosong dan hutan di sekitar Samarinda semakin berkurang, digantikan oleh bangunan, jalan, dan perumahan. Alam nggak diberi ruang untuk “bernapas,” dan akhirnya air hujan yang harusnya bisa terserap malah langsung menggenang di jalanan.

Kalau ngomongin soal banjir, sering kali kita juga ikut menyalahkan kebiasaan buruk warga. Salah satu contoh yang paling sering kita lihat adalah sampah. Berapa kali kita melihat orang buang sampah sembarangan, terutama ke selokan atau sungai? Sampah-sampah ini yang sering kali menyumbat aliran air, sehingga hujan sebentar saja sudah bikin genangan di mana-mana.

Kesadaran kita untuk menjaga lingkungan masih rendah. Padahal, kalau kita lebih disiplin dalam membuang sampah, membersihkan drainase, atau sekadar ikut gotong royong membersihkan lingkungan, banjir mungkin bisa lebih diantisipasi. Tapi, realitanya, kita cenderung acuh, dan baru sadar setelah kebanjiran.

Nggak cuma warga, pemerintah juga punya andil besar dalam masalah ini. Kebijakan tata kota yang kurang memperhatikan aspek lingkungan turut berkontribusi pada masalah banjir. Misalnya, pembangunan perumahan dan infrastruktur yang dilakukan tanpa memperhatikan resapan air. Sistem drainase yang kurang memadai juga sering menjadi sorotan. Samarinda butuh perbaikan serius dalam hal infrastruktur pengendalian banjir, seperti membuat kanal air, dan juga memperbaiki drainase. 

Selain itu, penegakan aturan soal tata kelola lingkungan juga sering kali kurang tegas. Misalnya, pembangunan di daerah-daerah yang seharusnya menjadi kawasan hijau tetap terjadi, dan ini berujung pada berkurangnya kapasitas resapan air. Pemerintah perlu lebih serius dalam membuat kebijakan yang berpihak pada lingkungan, bukan hanya fokus pada pembangunan ekonomi semata.

Pada akhirnya, masalah banjir ini bukan cuma salah alam, tapi lebih pada bagaimana kita memperlakukannya. Alam sudah punya caranya sendiri untuk menyeimbangkan ekosistem, tapi kita sebagai manusia sering kali mengabaikan hal itu. Dari kebiasaan buang sampah sembarangan, pembangunan yang merusak lahan hijau, sampai kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada lingkungan, semua berkontribusi pada banjir yang terus berulang.

Solusinya? Ya semua pihak harus terlibat. Warga harus lebih sadar lingkungan, pemerintah harus lebih tegas dalam kebijakan, dan kita semua harus mulai berubah. Banjir memang masalah lama, tapi bukan berarti kita nggak bisa mengatasinya. Sudah saatnya kita berhenti menyalahkan alam, dan mulai bertindak lebih bijak agar banjir tak lagi jadi “tamu rutin” setiap musim hujan tiba.


____________________________________________________________________


 Zauharatul Islamiah, adalah mahasiswa tingkat akhir, di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda.